Rabu, 25 Februari 2015

Kurikulum oh kurikulum


Saminah, S.Pd.SD

Sudah tiga semester kita menggunakan (kurtilas) kurikulum 2013, namun apa yang terjadi? Melalui sebuah evaluasi di awal pemerintahan baru menjelang awal semester 2 tahun 2014/2015 pemberlakuan kurikulum 2013 mulai menuai permasalahan dari mulai buku pegangan, sarana dan tak terkecuali masalah penilaian, sehingga evaluasi tersebut menghasilkan sebuah kebijakan sekolah mana yang dapat melanjutkan atau yang kembali ke KTSP 2006 dengan keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 2014  tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013.

Sebuah konstruksi yang bagus dimana ada sebuah sistem yang mengelola data sekolah atau kita mengenalnya dengan Dapodik sebagai salah satu alat penjaringan dari sekolah sekolah yang tersebar dari sabang sampai merauke tentunya yang memiliki akses koneksi internet dalam rangka pengiriman datanya.

Penggunaan kurikulum termasuk dalam data Dapodik, sehingga implementasi Permendikbud tersebut dapat secara otomatis diketahui sekolah mana yang masuk dalam kriteria permendikbud tersebut. Alhasil pengiriman data dari sekolah oleh masing-masing operator menjadi pangkal hasil keputusan pemberlakuan tersebut. Namun ternyata di setiap sekolah semenjak diberlakukannya kurikulum 2013 yaitu pada tahun pelajaran 2013/2014 di kelas I dan IV kemudian di tahun pelajaran 2014/2015 berlanjut ke kelas II dan V namun kemudian di semester II ketentuan kembali merubah segala harapan dan keinginanan setiap sekolah dalam rangka menjalankan kegiatan belajar mengajar.

Sebuah desain kurikulum diyakini banyak orang  akan membawa sebuah perubahan bagi para siswa generasi muda generasi penerus bangsa khususnya dalam kepribadian dan kecerdasan. Sungguh sebuah visi yang cukup mulia dimana kita memang sedang membutuhkan sebuah formula dalam rangka peningkatan sumber daya manusia Indonesia. Namun apa yang terjadi mampukah kita merubah mindset kebanyakan orang bahwa pintar adalah tujuan sekolah dan nilai adalah tolak ukurnya. Sungguh tantangan yang amat besar dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Negara kita.

Sungguh sebuah keinginan semenjak awal adanya kurikulum hingga saat ini, satu yang dibutuhkan kepedulian. Peduli terhadap anak-anak kita, anak yang penuh dengan cita-cita. Ada beberapa komponen yang menyokong suksesnya pendidikan yaitu orang tua, lingkungan dan sekolah itu sendiri. Mari kita sama-sama peduli, peduli terhadap apa yang kita lihat dalam keseharian terhadap anak-anak kita, benarkah perilaku mereka, sudahkah mereka mengerti apa makna dari pelajaran di sekolah.


Sungguh sedih di saat banyak terjadi permasalahan pada anak-anak kita, kita hanya disibukan dengan opini-opini kurikulum. Sungguh di sekolah tumpuan mereka mencari apa yang baik dan benar di hati dan pikirannya. Jadilah kita semua pendidik bagi mereka, dengan mengajarkan sesuatu yang baik agar mereka mampu menanamkan sikap yang mulia di dalam lingkungan mereka.