Rabu, 16 September 2015

Waduh balik jam 2

“Ya....bu..... sebentar lagi?” jawab pak guru lewat telepon yang diambil dari sakunya.
“sekarang jam 2 pulangnya bu....” jawab lagi pak guru tersebut.

Entah dari siapa itu telpon yang datang. Namun dari cara menjawab dan nadanya seperti dari keluarga terdekat. Mungkin karena sudah terbiasa pulang sebelum waktunya sehingga ada yang merasa aneh ketika pulang terlambat.

Pemandangan dan situasi yang berbeda juga dirasakan di sebuah sekolah saat seorang guru secara serentak berangkat dan pulang secara bersama-sama pada waktunya. Sebuah budaya yang baik dan cukup menimbulkan pro dan kontra di sesama pendidik.

Ada  beberapa dasar yang bisa kita baca seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas`Satuan Pendidikan serta Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Penafsiran-penafsiran berkaitan jam kerja guru dan PNS dimana guru berkewajiban melaksanakan tugas minimal 24 jam tatap muka dan pemenuhan 37,5 jam per minggu bagi PNS setidaknya tidak dijadikan dasar atau ajang untuk saling berargumentasi yang intinya tidak mengikuti sebuah aturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Ada yang lebih penting kita evaluasi dari seorang pendidik bukan permasalahan jam kerja namun kualitas dalam kegiatan pembelajaran yang harus terus dikembangkan.

Sebuah pola budaya yang sudah terbentuk sehingga susah untuk dirubah. Namun yang perlu kita kaji dan instropeksi adalah sebuah hasil pekerjaan. Secara kedinasan jika kita laksanakan sebaik-baiknya tupoksi kita jelas ada perbedaan dari hasil pekerjaannya. Dan secara pribadi menjadi tolak ukur bagi diri kita walaupun belum ada kajian yang pasti tentang korelasi antara kehidupan kita dengan pekerjaan.

Penerapan jam kerja bagi guru setidaknya tidak menjadi beban yang akhirnya menimbulkan ketidaknyaman sehingga menghambat tugas-tugas pokok pembelajaran. Dan pelaksanaan budaya kerja ini setidaknya mampu diterapkan secara serentak dan bersama-sama serta seadil-adilnya.

***Wahrudin***


coretan operator


Operator Sekolah sebagai Administrator
oleh Wahrudin


Sekolah sebagai salah satu institusi yang paling berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi obyek bagi pemerintah dalam memberikan informasi. Perkembangan teknologi harus mampu memberikan manfaat lebih baik pada kualitas pelayanan pemerintah khususnya dalam menentukan sebuah kebijakan yang objektif dan realistis.

Winda "Trimbil" Astuti
Tidak dipungkiri perkembangan teknologi tidak sebanding dengan peningkatan kualitas pelaksana aparatur pemerintah tak terkecuali di sekolah. Semakin banyak kegiatan pengolahan data dalam bentuk aplikasi secara online terhubungan ke internet maupun offline yang dikelola mandiri oleh sekolah.

Peran operator sekolah sebagai salah satu komponen tugas yang harus dimiliki administrator merupakan salah satu solusi bagi suksesnya kegiatan program pemerintah. Karena tidak dipungkiri di setiap sekolah tidak mempunyai bahkan tidak ada kompetensi bagi para tenaga pendidik dan kependidikan yang mampu melaksanakan atau diberikan tugas tambahan sebagai operator.

Optimalisasi peran operator bagi sekolah menjadi hal yang bisa dikembangkan bagi kepala sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan pendidikan. Kegiatan rutinitas operator yang terbatas dengan waktu pelaksanaan tugas setidaknya dapat dimanfaatkan oleh sekolah dalam rangka untuk mengembangkan diri sehingga sekolah mendapatkan nilai tambah.

Beberapa pemanfaatan kegiatan operator baik rutin seperti pendataan online dapodik, vervalpd dan sistem informasi lainnya yang harus dilakukan oleh sekolah namun ada beberapa kegiatan yang bisa dikembangkan seperti alpeka (penyusunan spj BOS, administrasi guru dan kepala sekolah, dll)  setidaknya mampu dilaksanakan oleh operator.


Namun kembali lagi kepada operator sekolah, apakah mereka mampu dan ingin mengembangkan diri dengan menyadari bahwa kita masih butuh pembelajaran dalam rangka menambah kemampuan dalam bidang teknologi informasi melalui kegiatan dan permasalahan di sekolah dimana latar belakang pendidikan operator sekolah yang berbeda-beda.

Pemerintah selaku pemangku kepentingan yang paling berharap suksesnya sebuah program melalui media teknologi informasi setidaknya mampu mengakomodir dan memberikan regulasi yang jelas bagi para tenaga operator sekolah. Kesamaan status dalam lingkup sekolah menjadi faktor penting bagi eksistensi para operator.




Rabu, 09 September 2015



JADIKAN CINTA KEBERSIHAN 
SEBAGAI KULTUR SEKOLAH
oleh: Wahrudin


Kebersihan sebagian dari iman dan bersih itu sehat. Dua kalimat yang sering kita dengar bahkan kita lihat sebagai slogan untuk mengingatkan kita agar selalu menjaga kebersihan. Kalimat yang pertama dapat diibaratkan dasar melakukan kegiatan dan kalimat kedua sebagai hasil dari kegiatan yang telah dilakukan. Menjaga kebersihan bagi sebagian orang dipandang hal yang terabaikan bahkan dipandang rendah bagi yang melaksanakannya. Kebersihan tidak hanya menjaga lingkungan dari kotoran nam
Trio kwok-kwok 
un juga sebagai wujud kepribadian yang harus selalu kita jaga.
Sekolah sebagai pusat pembelajaran dan tumpuan bagi para pemangku kepentingan dalam rangka mewujudkan peningkatan kualitas manusia diharapkan mampu menumbuhkan sikap dan perilaku yang positif sehingga memberikan manfaat bagi diri siswa dan lingkungannya. Sikap cinta kebersihan sebagai wujud kepekaan terhadap lingkungan dan diri sendiri setidaknya mampu secara nyata diterapkan di semua sekolah.
Namun dalam kenyataan masih banyak sekolah yang mengabaikan hal tersebut, ketidakmampuan dan ketidakperhatian terhadap sekolah menjadi permasalahan yang tumbuh dari warga sekolah. Kegiatan cinta kebersihan di sekolah salah satunya adalah dengan menjaga dari kotoran sampah, baik sampah plastik, dedaunan maupun yang lainnya sehingga menambah kesan kumuh terhadap tempat kegiatan pembelajaran .
Sungguh ironis apabila ternyata guru sebagai pendidik yang memiliki contoh sikap teladan bagi anak didiknya tidak mampu mengingatkan akan pentingnya kegiatan yang dianggap remeh dan sepele seperti ini. Apalagi peran seorang penjaga sekolah yang setidaknya memiliki bagian dalam perwujudan sekolah yang bersih dan sehat mengabaikan tugas tersebut. Karena kita dapat melihat hasilnya setelah kita secara rutin mampu melaksanakan hal tersebut. Semakin dibersihkan semakin bagus sekolah itu terlihat walaupun kondisi bangunan dan lingkungan tidak representatif. Dan itu bisa kita implikasikan kepada diri kita baik jiwa dan raga dimana jika kita selalu membersihkan diri mampu memberikan pandangan yang positif dari tubuh dan jiwa kita nantinya.
Dalam menciptakan suasana bersih, banyak sekolah yang menerapkan pengelolaan sampah melalui Bank Sampah mandiri, sebagai salah satu cara dalam menanggulangi banyaknya sampah di lingkungan sekolah. Ada beberapa kegiatan yang bisa dilakukan sekolah dalam rangka mewujudkan sekolah yang bersih, diantaranya:
1.       Kepala sekolah bekerjasama dengan guru kelas agar selalu mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan.
2.       Sekolah dapat melaksanakan kegiatan kebersihan lingkungan yang dilakukan setiap minggu sekali.
3.       Guru kelas rutin mengontrol kegiatan piket harian di masing-masing kelas.
4.       Mengoptimalkan peran penjaga sekolah untuk selalu menjaga kebersihan.
5.       Memberikan reward bagi siswa yang selalu menjaga kebersihan sekolah.


Merupakan salah satu cermin pengelolaan yang baik terhadap sekolah apabila warga sekolah mampu bersama-sama menjaga, membangun dan menumbuhkan sikap positif terhadap sekolah melalui budaya bersih, budaya sekolah, kelak di masa mendatang tumbuh manusia yang cinta dan peka terhadap lingkungan sebagai wujud suksesnya pendidikan di sekolah.